Tuesday 26 May 2015

Cermin

Gue nulis ini sekedar mengingatkan diri sendiri agar tak menyimpang dari kaidah kehidupan normal sebagai orang normal yang masih memiliki otak dan hati yang normal. Maaf mungkin gaya bahasa gue agak-agak #tervickynisasi. Tapi gak apa-apalah toh gue nulis di blog gue sendiri, dengan jemari gue sendiri dan yang pasti laptop gue sendiri bukan laptop pak Selamet ketua RT depan rumah. Jadi suka-suka gue lah biarpun bahasanya kacau dan font nya maaf... mungkin bikin sakit mata orang yang baca. Karena yang gue yakini bukan hanya gue blogger di Nusantara tercinta ini yang nggak melakukan kesalahan.

Back to topik
Jadi intinya gue akan mulai nulis tentang cermin, terinspirasi ketika mencet jerawat tadi sore. Sempat gue merenungkan beberapa hal ketika gue menghadap cermin. Berkaca, menatap diri dalam cermin, menyelami diri sendiri, mencari arti dan juga makna kehidupan ini tsahhhh.... agak berat pembahasannya pemirsah. Tak sedikit orang yang berpendapat yang mengenal dirinya adalah dirinya sendiri. Dan menurut gue pendapat seperti itu adalah pendapat yang paling sombong di muka bumi ini karena yang pasti menurut gue terlalu banyak bagian dari diri kita ini yang hanya terlihat dari luar saja.





Nggak ada yang ngelarang  kok kalau kita menganggap diri kita yang paling baik, paling sempurna dan paling bersih. Namun ketika kita bercermin dan cermin tersebut menunjukkan hal yang lain maka kita harus mengaku kalah dan membuang jauh-jauh keyakinan tersebut. Salah satu peribahasa "buruk rupa cermin dibelah" yang artinya kita harus sering-sering bercermin karena sikap kita merupakan cerminan hati kita.  Dan pada hakekatnya begitulah fungsi cermin yaitu menampilkan bayangan diri kita agar dapat memperbaiki apa yang perlu diperbaiki dan membangun apa yang perlu dibangun.

Kalau ada yang masih ingat istilah hukum karma, tabur panen, timbal balik, sebab akibat dan ratusan ungkapan lainnya, ungkapan sikap orang lain terhadap kita adalah cerminan diri kita. Jadi kalau mau dihargai maka kita juga harus menghargai orang lain. Begitulah salah satu implementasinya dan hal yang paling penting orang lain akan melihat hal yang sama seperti kita melihat sebuah cermin. Terkadang gue sebagai manusia juga masih sering melihat apa yang ingin gue lihat dan hanya mendengar apa yang ingin gue dengar sampai akhirnya ketika bercermin maka yang gue lihat adalah sosok orang lain.

Jadi kesimpulan yang gue dapat dari kejadian sore tadi ketika mencet jerawat adalah  "kalau ingin melihat diri sendiri sebenar-benarnya dan ingin memperbaiki kesalahan maka lihatlah cermin". Dia berada dekat sekali tidak sampai sejengkal dari benda berdegup penanda hidup matinya manusia. Bahkan suara dan gambarnya selalu ada. Tetapi biasanya kita sebagai manusia tak akan mau melihatnya karena pahit yang ditampilkan cermin tersebut. Ia tidak bisa goyah. Percayalah sehebat apapun kita berdebat ia tidak akan berubah, sejauh apapun kita berpaling ia tidak akan pergi, sebagus dan semahal apapun pakaian yang kita pakai ia selalu dapat melihat ke dalam diri kita yang telanjang. Itulah yang dinamakan nurani.

Sebagai pengingat diri sendiri gue nggak merasa kapok berkali-kali tertampar karena kesalahan. Gue akan belajar dari setiap kesalahan, karena gue yakin nggak ada kesalahan yang nggak bisa diperbaiki sebelum gue kehilangan hal-hal yang mungkin suatu saat bisa jadi gue sesali.

"Cermin tak pernah berbohong? Cermin selalu berdusta. Ia berdusta kepada kita dan bayangan kita. Ia berbohong tentang kiri dan kanan. Ia berbohong tentang timur dan barat. Jangan pernah bertanya pada nurani, karena ia seperti cermin. Biarkan ia pecah dan berantakan, lalu lihat dirimu yang terkutuk".
"The mirror crack'd" from side to side.



12 comments:

  1. Setuju sama pendapatnya.

    Cermin itu refleksi dari pribadi kita sendiri, apa yang tampak di sana ya itulah diri kita.
    Yang berbohong itu juga bener, kita ngangkat tangan kanan tapi di cermin tangan kiri. seperti yang kadang kita lakukan yang berbeda antara antara ucapan dan tindakan.

    ReplyDelete
  2. Hati sebagai cermin bagaimanapun harus bersih untuk bisa digunakan bercermin, jika tidak bersih hasil introspeksi dirinya akan sesuka hati juga/cenderung mengabaikan kebenaran yang disampaikan diri sendiri dan orang lain. Biasanya yang begini butuh "tamparan keras" baru bisa mulai bersih-bersih cermin lagi... *Sotoy

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya berkunjung lagi, subuh tadi komen katanya server blognya down gitu, ngecek ulang komentar ga ada..ini mau kome ulang ternyata ada..hihi..

      Delete
    2. Pas mau komen, eh senada sama komen Irly. Ya udah aku nebeng aja ya, hihihi..

      Delete
    3. Apa aku ikutan nebeng komen juga aja yah biar dibilang kompak sama Irly & Della hehehe...

      Delete
    4. Ih teteh nggak kreatipppppp.. :p

      Delete
    5. Eh..saya balik..bayar ongkos nebeng ya Teh Erry n mbak Della *semacam pungli*

      Delete
  3. Tary... ini postingannya level : JLEBBBB
    Gue suka kata2 : Cermin tak pernah berbohong? Cermin selalu berdusta. Ia berdusta kepada kita dan bayangan kita. Ia berbohong tentang kiri dan kanan. Ia berbohong tentang timur dan barat. <-- KEREN

    ReplyDelete
  4. Salam kenal, Cermin tak pernah berbohong..Bener banget mbk

    ReplyDelete
  5. setuju mbak,cermin itu gak pernah bohong kok,hehe postingannya mantap mbak,salam kenal ya :))

    ReplyDelete
  6. TOP banget dah postingan inih!
    *sambil ngelirik cermin yg songong berdiri*

    ReplyDelete
  7. aduh ini nancep banget deh postingannya. ayo becermin!

    ReplyDelete